Powered By Blogger

Jumat, 28 Oktober 2011

Gosip Dijadikan Fakta Dipersidangan?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendukung Anand Krishna menilai kasus pelecehan seksual yang dituduhkan pada tokoh spiritual itu sarat rekayasa. Sejumlah kejanggalan dan keterangan para saksi yang terus berubah-ubah, memberi kesan kesaksian mereka mengada-ada.

"Gosip murahan dijadikan fakta persidangan," kata dr Sayoga, jurubicara Komunitas Pencinta Anand Ashram (KPAA) kepada Kompas.com di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2011).

Pernyataan ini merujuk pada keterangan saksi ahli Prof Dr Eddy O.S. Hiarej, pakar hukum pidana dari UGM. Menurutnya, kasus tokoh spiritual ini 99, 999 persen adalah rekayasa.

Prashant Gangtani, putra Anand Krishna menguraikan, pihaknya memiliki catatan perkembangan kasus tersebut dalam bentuk transkrip dan rekaman proses pengadilan hingga catatan atas apa pun yang terjadi. Dari catatan tersebut terlihat keterangan saksi yang dianggap mengada-ada.
Keterangan saksi pelapor Tara Pradipta Laksmi, misalnya, tidak sesuai dengan hasil visum di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada Maret 2010 oleh dr Abdul Munim, SpF.

"Hasil visum menunjukkan selaput darahnya masih utuh dan tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku mengalami pelecehan seksual selama dua jam masih dalam keadaan perawan?" tutur Prashant sangsi.

Dalam keterangan saat sidang dipimpin Hakim Hari Sasangka, Tara menyatakan hampir setiap hari selama bulan Maret - Juni 2009 ia mengalami pelecehan seksual. Keterangan tersebut berbeda dengan yang terdapat pada BAP yang menyebutkan kejadian berlangsung antara April - Juni.
Perubahan terjadi lagi saat sidang dipimpin oleh Hakim Albertina Ho. Di depan persidangan Tara mengaku hanya mengalami empat kali pelecehan seksual, dua kali di wilayah Jaksel, sekali di Ciawi, Bogor, dan sekali di Bali. Keterangan yang terus berubah-ubah itu, kata Prashant, menimbulkan kekaburan untuk merujuk fakta sebenarnya.

Dian Mayasari, saksi yang mengaku turut menjadi korban, juga menunjukkan kejanggalan. "Ada satu pertanyaan di BAP yang dijawab lancar 12 halaman lengkap dengan tanda tanya dan tanda seru segala. Namun, dalam kesaksian di pengadilan dia mengaku lupa-lupa," kata Prashant.

Peristiwa seperti ini biasanya menimbulkan efek trauma yang selalu diingat. Karena itu, menurut Prashant, jika pelecehan seksual benar terjadi, alasan lupa sulit diterima. Dian pun sudah lima kali dipanggil Hakim Albertina untuk memberikan keterangan di pengadilan. Sayangnya, yang bersangkutan tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.

Hal serupa terjadi pada saksi Farah Diba Agustin. Farah mengaku ikut mengalami pelecehan pada 2003. Akan tetapi dalam buku yang diterbitkan pada tahun 2006 , ia justru memuji-muji Anand Krishna.
Kesaksian yang saling bertolak belakang dan berubah-ubah juga disampaikan saksi lainnya, seperti Suwidah, M Djumaat Abrory Djabbar, dan Shinta Kencana Kheng. Saksi Shinta bahkan diduga terlibataffair dengan salah seorang hakim di PN Jaksel.

"Kami sudah melaporkan hal ini ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung," terang Prashant. Menurut pihak Anand, affair ini diduga memuluskan rekayasa pihak pelapor dalam proses pengadilan, sebelum dilakukannya pergantian majelis hakim.

Sidang kasus Anand Krishna hari ini memasuki pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum. Sidang yang sedianya dimulai pada pukul 10.00 pagi tertunda beberapa jam. Sidang berlangsung tertutup dipimpin ketua Majelis hakim Albertina Ho.

Sumber:

Megapolitan Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar